Jikalau kamu diberi kesempatan
untuk menceritakan kisah manis dalam hidup, apa yang akan tulis? Jika itu aku,
maka aku akan menulis tentang sesuatu yang benar-benar manis. Dua di antaranya
adalah kue-kue manis dan sepenggal kisah manis semasa kuliah dulu. Baiklah akan
kumulai kisahnya, tolong jangan beranjak dan meninggalkan aku sendiri, aku
takut sepi.
Semasa menempuh gelar sarjana,
aku tinggal di tempat kos keluarga yang sangat agamis tepat di sebelah masjid
yang ada di belakang kampus. Untuk menuju ke kampus, aku berjalan tidak jauh
dan hanya melewati beberapa rumah, kos,
dan toko. Tidak sampai tiga menit, aku sudah bisa sampai di kampus.
Di antara tempat-tempat yang aku
lewati tadi, tempat favorit adalah toko kelontong kecil milik sepasang suami
istri yang biasa aku panggil mbah (kakek/nenek).
Sampai saat ini, aku masih ingat senyum tulus mereka saat aku berjalan. Pun
ingat mereka memberikan beberapa bubur, buah, bahkan lauk saat aku datang untuk
membeli mie instan. Tak ketinggalan, mereka mendoakanku agar segera lulus
kuliah dan bisa berbahagia setelahnya. Mbah
putri dan mbah kakung, saya rindu.
Tapi dari semuanya yang paling
aku ingat adalah brownies kukus yang mereka jual. Manisnya pas, rasanya tidak begitu buruk, teksturnya pun
lumayan lembut, dan tampilannya pun manis dengan harga hanya Rp 1000 kala itu.
Saat ada uang, waktu luang, saat berbahagia lebih-lebih bersedih, aku membeli
kue itu. Entah mengapa aku memang lebih menyukai sesuatu yang manis sejak
kecil. Mungkin sedari kecil aku menyadari
bahwa beberapa bagian hidup itu pahit, karenanya sesuatu yang manis membantuku
untuk bertahan.
Saking sukanya dengan brownis kukus itu, aku bahkan pernah
membatalkan lari pagi rutin gara-gara saat melewati toko aku melihat brownis
itu dari kaca toko. Saat absen berlari pagi dan hanya berjalan-jalan pagi
sekitar kampus, aku pun membawa brownis ini. Untuk informasi, brownis seperti
ini lebih nikmat jika dimakan bersama orang yang menyenangkan. Seperti orang
yang dulu sering menemaniku menikmati pagi bersama, meski belakangan aku tahu
bahwa itu terpaksa. Ah, bagian ini tidak aku lanjutkan sebab rupa-rupanya
mataku mendadak merah.
Kenapa aku tiba-tiba teringat
hal-hal di atas? Ya, sebab kemarin aku membeli Lapis Malang. Setelah beberapa
saat lalu aku diberi rasa pandan, kali ini aku memilih rasa original. Rasanya
dominan manis dari coklat tapi ada sedikit pahit yang samar-samar. Bukannya rasa seperti ini sangat
menggambarkan hidup kita? Betatapun bahagianya pasti ada beberapa bagian yang
membuat terluka. Tapi paduan keduanyalah yang membuat kita tetap hidup dengan
baik, dengan seimbang.
Kemasan Cantik Lapis Malang
Lapis Malang yang aku beli
diantarakan oleh ojek online. Nah, harga Lapis Malang Original ini Rp 35.000.
Aku hanya perlu menambah Rp 4000 sebagai ongkos kirim. Kotak Lapis Malang
dibungkus dengan kantong kresek berwarna putih dengan identitas toko lengkap
dengan alamat. Kotak kue bergambar Lapis Malang Original yang saya pesan.
Gambarnya sangat menggoda ditambah ada tulisan, “Because every slice has a story
to tell” yang artinya karena setiap potong kue punya kisah untuk diceritakan.
Kalimat ini benar-benar membuat saya teringat banyak hal, kenangan-kenangan
termasuk kisah di atas yang tadi sudah saya ceritakan.
Kotak yang begitu cantik membuat
siapapun ingin segera membuka isinya. Oia, dari toko sudah menyertakan pisau plastik
untuk memotong kue. Jadi kita tidak perlu lagi repot untuk mencari pisau.
Setelah dipotong, ada tepat tiga lapisan pada kue. Paling atas adalah toping
meses, dibawahnya ada krim, dan disusul bagian dasar roti coklat.
Saat digigit,
tekturnya lembut. Semakin dikunyah, rasa manisnya berpadu samar-samar pahit
yang menambah citra rasa. Karena itu, aku pikir kue ini benar-benar
menggambarkan kehidupan. Iseng aku mencoba memakan hanya bagian rotinya tanpa
krim dan toping, dan rasanya sangat enak. Rasa yang sulit dilupakan. Ketika
meakan kue ini, aku teringat hal-hal manis di masa lalu.
Varian Lapis Malang Favorit
Lapis Malang memiliki banyak
sekali varian, mulai dari rasa original, choco peanut, cheese, pandan, ketan
hitam coklat, dan lainnya bisa kalian lihat di sini. Dari sekian banyak, yang
pernah aku coba adalah rasa original, pandan, dan cheese. Favoritku adalah
pandan dan original. Keduanya ini sama lezatnya. Untuk rasa selain itu, semoga
suatu saat nanti sempat mencoba dan aku akan bercerita.
[sumber gambar : lapismalang] |
Itu dia kisah Lapis Malang dan
sepenggal cerita manis di masa silam. Setiap kali berhadapan dengan Lapis
Malang, perasaanku sedikit membaik dan kenangan manis pun datang. Kamu sudah
pernah punya cerita tentang Lapis Malang belum? Atau adakah camilan yang ketika
kamu makan mengingatkan sesuatu yang menyenangkan?
Karena masa lalu diam-diam selalu
saja mencari celah untuk jalan keluar.
Maka semoga kita semua bisa menyikapi dengan
baik entah itu masa lalu manis atau pahit. Semoga selalu berbahagia.
Boleh saya kepo tentang sosok yang terpaksa menemani makan kue lapis yang manis itu?
ReplyDeleteSalam kenal paling manis dari aku, yo, Mbak. :*
Hahaha.... Salam manis juga :*
DeleteHai Mbak, aq dulu juga kos di daerah dekat masjid belakang kampus UM situ. Salam kenal ya... Monggo mampir juga di blog aq amiwidyadotcom
ReplyDeleteyuhu...
Delete