Beberapa hal yang oleh
sebagian orang dianggap konyol nyatanya justru amat penting bagi sebagian orang
lainnya. Adat misalnya, sebagian orang telah meninggalkannya dan beberapa masih
memegang teguh. Dan untuk kisah ini, adat membuat dua insan harus patah
hatinya. Itulah yang terjadi pada sahabatku, Ellena. Betapa hingga hari ini, terkadang
Ellena harus menyesali kenapa dia lahir di hari itu, kenapa rumahnya harus menghadap
ke arah itu. Dan kini, aku akan menceritakan kisah nyata ini pada kalian.
**
Cinta itu rumit ya ternyata,
saat si A menyukai si B, ternyata si B menyukai si C. Parahnya, C malah
menyukai si D begitu hingga entah bagaimana muaranya. Dan aku adalah Ellena,
seorang yang justru terjebak di pusaran rumitnya cinta. Awalnya kehidupan
kuliahku biasa saja sampai aku bertemu dengan sahabat cantik dan baik hati,
Irma. Maka tak heran, banyak cowok-cowok di kampus yang berlomba-lomba
mendekatinya. Beberapa yang aku tahu ada yang bernama Aji, Rizal, dan Awan.
Satu dari beberapa cowok
yang mendekati Irma ada yang menggunakan trik klise meminta bantuan teman. Ya,
teman dekat Irma hanya aku. Jadilah cowok ini menumpahkan rasa, cerita, dan
segala-galanya tentang Irma padaku. Entah mengapa aku merasa dia memiliki
ketulusan dan kesungguhan, akhirnya aku pun memutuskan untuk membantunya agar
bisa dekat dengan Irma. Hari itu, aku resmi jadi “mak comblang ala-ala”. Aku
pun semangat menceritakan tentang Aji dan segudang kebaikannya pada Irma. Sayangnya,
ternyata hati Irma lebih condong pada Rizal. Akhirnya mereka sepakat
berkomitmen, tak lama setelah itu keduanya pun menikah.
Lha, apa kabar dengan Aji?
Seperti cerita klise di televise, Aji akhirnya menjadi dekat denganku. Kami
berdua berkomitmen untuk melangkah ke jenjang pernikahan. Dan, niat itu sungguh
membuat jalan cerita ini menjadi lebih pilu.
**
Waktu berlalu, hari
berganti, dan pendidikan tinggiku hampir selesai. Hubunganku dengan Aji semakin
kuat. Pelan-pelan aku memantapkan hati untuk memberitahukan hal itu kepada ayah
dan ibu. Suatu malam, angin nampak segar berhembus di sekitarku. Aku harap
pertanda bahagia juga kan menjemputku. Dengan berani aku ingin segera berucap,
tapi belum juga aku memulai dan semuanya harus berakhir. Akhir yang tak pernah
aku duga sebelumnya.
Ayah dan ibuku tiba-tiba
membuka percakapan yang sedikit ganjil, tentang adat Jawa. Keduanya menjelaskan bahwa adat Jawa tidak bisa
disepelehkan. Arah hadap rumah, weton, tanggal lahir, serupa takdir yang
menyertai hidup kita. Meski tak secara langsung, ayah mengatakan jika itu semua
menggambarkan jodoh seperti apa yang terbaik untuk kita. Aku masih belum
mengerti apa sesungguhnya yang ingin mereka sampaikan, entahlah. Atau apa
mungkin aku yang tak ingin mengerti. Aku hanya tenggelam dalam diam dan udara
yang hela demi helanya berubah menusuk.
Tak cukup menjelaskan, Ayah
mengeluarkan selembar kertas. Di lembar itu beliau menghitung angka-angka dan
kata-kata yang asing bagiku. Coretan itu semakin lama semakin banyak, mataku
seolah berkunang. Kuperbaiki berkali-kali kacamata yang kukenakan. Merasa aku
belum memahami semuanya, ibu dengan jelas mengatakan hasil perhitungan Jawa
menggambarkan aku dan Aji tidak ada kecocokan apapun. Jika dipaksakan bersama,
kami berdua akan berakhir menderita. Dan ibu menegaskan, dirinya dan ayah tidak
mungkin merestui satu-satunya anak perempuan dalam keluarga kami menderita.
Ayah mengulanginya, tidak akan pernah memberi restu. Waktu seakan berhenti, tenagaku
hampir habis. Kugunakan sisa-sisanya untuk bangkit dan berjalan ke kamar,
berharap di ruang sempit itu aku bisa bernafas.
Sesak, aku tak tahu harus
berbuat apa. Di antara buliran air mata yang dengan perlahan mengalir, aku menyambar
handphone dan menghubungi Aji. Belum juga aku sempat berbicara, di seberang
sana Aji terdengar menahan isak. Mendengarnya, aku menguatkan diri dan dengan
sabar menunggu. Aku pun tak mau ia lebih sesak dengan isak tangisku. Sedetik,
dua detik, hingga beberapa saat hening yang tidak enak menelan kami berdua.
Entah pada detik keberapa
Aji pada akhirnya membuka suara. Suara yang jelas terbebani beratnya kenyataan
yang mungkin harus ia telan. Aku tak sanggup mengingat, hanya samar-samar
mendengar jika orang tua Aji tak merestui hubungan kami. Meski berat, pada
akhirnya aku menjelaskan padanya hal yang sama. Kami pun tenggelam dalam luka
yang entah dari mana tiba-tiba datangnya.
Waktu berlalu, hari berganti
minggu pun berganti bulan dan tahun. Segala usaha yang kami berdua lakukan tak
jua kunjung berbuah. Hanya, sia-sia yang melahirkan luka. Luka yang menganak
cucu hingga mematikan setengah hidupku. Pada akhirnya, aku belajar untuk hidup
dengan separuh jiwa. Separuhnya lagi karam bersama luka-luka yang kupaksakan mengering.
Waktu sudah lama berlalu dan
aku di sini tetap berusaha sebaik-baiknya berbakti pada ayah dan ibuku. Dan Aji,
entahlah, mengingatnya membuat hatiku kacau. Hanya, sekali-kali saat rindu, aku
mengirimkan doa kepada Yang Maha Tahu untuknya. Untuk ayah, dan ibuku, aku tidak
pernah protes sebab tahu hal itu tiada guna. Hanya, terkadang menyimpan banyak
pertanyaan tentang ini dan itu, tentang arah rumah dan tanggal lahir yang tak
pernah aku pilih. Lantas tiba-tiba aku harus menanggung luka karena hal itu.
Aku sebenarnya ingin mengerti, benarkah sungguh hanya karena itu ataukah ada
hal lain sehingga ayah dan ibu melakukan hal itu? Dan berulang tanyaku tak kunjung terjawab,
hanya diam, atau selentingan “pokok e nggak bisa” dari dua orang yang selalu
menyayangiku itu. Ayah, ibu, maafkan aku yang terkadang masih menangis, maafkan
aku yang terkadang juga tak terima. Aku sungguh-sungguh sedang berusaha ikhlas,
meski kadang terasa sulit. Semoga kalian berdua mengerti.
**
NB:
Tidak semua cerita cinta akan berujung indah pada akhirnya. Namun percayalah, akan ada masa kesabaran dan air mata nantinya berganti senyum kebahagiaan. Semoga!.
Terima kasih mau berbagi
cerita untuk Mbak Ellena, teman yang begitu ceria dengan segala beban yang
tersimpan rapi adanya. Semoga dengan bercerita, semua menjadi sedikit ringan
Comments
Post a Comment
Terima kasih telah memberikan komentar. Tunggu kunjungan balik saya ke Blog teman-teman :)